Jumat, 16 Oktober 2009

Al_Mawardi

Kekhalifahan Abbasiyah yg gemilang telah memberikan suasana paling cocok bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan secara tepat dikenal sebagai zaman keemasan peradaban Islam. Pada masa pemerintahan inilah Khalifah Ma’mun ar-Razid yg termasyur itu mendirikan Darul hukama yg manfaatnya sebagai laboratorium penerjemahan dan kerja penelitian membuka jalan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan intelektual selama era ini telah mencapai tingkatan yg tidak ada tolok bandingannya dalam sejarah Islam. Khalifah-Khalifah dan Amir-amir saling menyaingi dalam melacak karya-karya tulis dan melindungi ilmu pengetahuan. Salah seorang bintang intelektual yg besar pada zaman ini adl Al-Mawardi yg menjdi terkenal sebagai pemikir politik Islam yg pertama dan termasuk pada barisan pemikir-pemikir politik yg terbesar dari abad pertengahan. Dari kedudukan sebagai Qadhi meningkat menjadi Duta Keliling Khalifah dan telah membereskan banyak kekacauan politik yg rumit bagi negaranya. “Al-Khatib of Baghdad” demikian tulis seorang orientalis “Mengenai otoritas Abu Ali Hasan Ibn Da’ud menceritakan bahwa penduduk Basrah selalu membanggakan tiga orang ilmuwan negara mereka dan karya-karyanya yaitu
#

Khalid ibn Ahmad dgn karyanya Kitab Al-Amin

Sibawaih dgn karyanya Kitab An-Nahw dan

Al-Jahiz dgn karyanya Al-Bayan wat-Tabiyan.

Kepada tiga nama ini masih bisa ditambahkan nama keempat Al-Mawardi seorang penasehat hukum yg terpelajar dan ahli ekonomi politik dari Basrah dgn bukunya Al-Ahkam us-Sultaniyah. Karya ini merupakan master-piece dalam literature politik keagamaan Islam.”

Ali ibn Muhammad ibn Habib Abul Hasan al-Mawardi lahir di Basrah pada 364 H/1058 M dalam satu keluarga Arab yg membuat dan memeperdagangkan air mawar dan karena itu mendapat nama julukan “Al Mawardi.” Dia menerima pendidikannya yg pertama di Basrah belajar ilmu hukum dari Abul Qasim Abdul Wahid as-Saimari seorang ahli hukum madzhab Syafi’i yg terkenal. Kemudian pindah ke Baghdad utk melanjutkan pelajaran hukum tata bahasa dan kesusastraan dari Abdullah al-Bafi dan Syaikh Abdul Hamid al-Isfraini. Dalam waktu singkat ia telah menguasai dgn baik pelajaran-pelajaran Islam termasuk hadits dan fiqh seperti juga politik etika dan sastra. Dari menjabat qadhi di berbagai tempat kemudian diangkat sebagai qadhi al-Quzat di Ustuwa sebuah distrik di Nishabur. Pada 429 H ia dinaikkan kejabatan kehakiman yg paling tinggi Aqb al-Quzat di Baghdad janbatan yg dipegangnya dgn hormat sampai pada saat wafatnya. Dia ahli politik praktis yg ulung dan penulis kreatif mengenai berbagai persoalan sepeti agama etika sastra dan politik. Khalifah Abbasiyah al-Qadir Bailah memberinya kehormatan yg tinggi dan Qa’imam bin Amrillah 391 - 460 H Khalifah Abbasiyah ke-26 di Baghdad mengangkatnya menjadi duta keliling dan mengutusnya dalam berbagai misi diplomatic ke negara-negara tetangga maupun ke negara satelit. Kenegarawannya yg arif bijaksana utk sebagian besar bertanggung jawab dalam memelihara wibawa kekhalifahan di Baghdad yg merosot di tengah-tengah para raja dari warga Seljuk dan Buwaihid yg hampir sepenuhnya berdiri sendiri dan terlalu berkuasa. Al Mawardi dilimpahi berbagai hadiah berharga oleh Seljuk Buwaihid dan amir-amir yg lainnya yg diberinya nasehat-nasehat bijaksana yg sesuai dgn martabat kekhalifahan Baghdad. Menurut Jalal-ud-Dawlah Al-Mawardi melampaui orang-orang lain sederajatnya dalam kekayaan. Ada orang yg menuduh dia mengakui menganut keyakinan Mu’tazili tetapi penulis-penulis kemudian menyangkal hal itu. Dia wafat pada 1058 M sesudah menjalani karier yg cemerlang. Sebagai eksponen Madzhab syafi’I Al-Mawardi adl seorang ahli hadits terkemuka. Sayang sekali tak ada karyanya mengenai persoalan ini yg masih tersimpan. Tak diragukan bahwa sejumlah hadits dari dia telah dikutip dalam Ahkam us-Sultaniya A’lam Nubuwat dan Adab ud Dunya wad-Din. Pegangannya pada hadits bisa kaku ternyata dari karyanya A’lam un- Nubuwat. Keterangannya tentang perbedaan antara mukjizat dan sihir dalam pengertian ucapan-ucapan nabi menurut Tsah Kopruizadah adl yg “terbaik diriwayatkan sampai masa itu.” Sebagai seorang penasehat politik Al-Mawardi menempati kedudukan yg penting diantara sarjana-sarjana Muslim. Dia telah mengkhususkan diri dalam soal ini dan diakui secara universal sebagai salah seorang ahli hukum terbesar pada zamannya. Dia mengemukakan fiqh madzhab Syafi’i dalam karya besar yg unggul Al-Hawi yg dipakai sebagai buku rujukan tentang hukum madzhab Syafi’i oleh ahli-ahli hukum kemudian hari termasuk al-Isnavi yg sangat memuji buku ini .buku ini terdiri dari 8.000halamandipadatkan oleh al-mawardi dalam satu ringkasan 40 halaman berjudul Al-Iqra. Al-mawardi mempunyai reputasi tinggi di kalangan orang-orang lama dalam barisan juru ulas Al-Quran .Ulasanya yg berjudul Nukat-wa”luyun mendapat tempat tersendiri diantara ulasan-ulasan klasik dari Al Qusyairi Al-Razi Al-Isfahani dan Al-Kirmani. Tuduhan bahwa ulasan-ulasannya yg tertentu mengandung kuman-kuman pandangan Mu’tazilah tidaklah wajar dan orang-orang terkemuka seperti Ibn Taimiyah telah memasukkan karya Al-Mawardi ke dalam buku-buku yg bagus mengenai persoalannya. Ulasannya atas Al-Qur’an popular sekali dan buku ini telah dipesingkat oleh seorang penulis. Seorang sarjana Muslim Sepanyol bernama Abul Hasan Ali telah daang jauh dari Saragosa di Sepanyol utk membaca buku tersebut dari pengarangnya sendiri. Al-Mawardi juga menulis sebuah buku tentang perumpamaan dalam Al-Qur’an yg menurut pendapat As-Suyuti merupakan buku pertma dalam soal ini. Menekankan pentingnya buku iniAl-Mawardi menulis “salah satu dari ilmu Qur’an yg pokok adl ilmu ibarat atau umpama. Orang telah mengabaikan hal ini krn mereka membatasi perhatiannya hanya kepada perumpamaan dan hilang pandangannya kepada umpama-umpamanya yg disebutkan dalam kiasan itu. Suatu perumpamaan tanpa suatu persamaan ibarat kuda tanpa kekang atau unta tanpa penuntun.” Al-Mawardi sekalipun bukan mahasiswa biasa dalam ilmu politik adl ahli ekonomi politik kelas tinggi dan tulisan-tulisannya yg spekulatif politis dianggap sangat bernilai. Karyanya yg monumental Al-Ahkam us-Sultaniyah mengambil tempat yg penting diantara risalah-risalah politik yg ditulis selama abad pertengahan. Dia telah menulis empat buku tentang ilmu politik yaitu 1. Al-Ahkam us-Sultaniyah 2. Adab al-Wasir 3. Siyasat ul-Malik 4. Tahsil unNasr wat-Ta’jit uz-Zafar .Dari empat buku ini dua yg pertma telah diterbitkan. Al-Ahkam us-Sultaniyah yg telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa termasuk Perancis dan Urdu merupakan karya-karya tiada ternilai mengenai hukum masyarakat Islam. Dalam isi buku ini dia telah mengikuti karya Asy-Syafi’i kitab Al-Umm Adab al-Wasir yg menguraiakan fungsi perdana menteri danmemberikan pandangan-pandangan yg sehat mengenai administrasi umum. Suatu bacaan yg luas menguraiakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak istimewa perdana menteri banyak dihasilkan di negeri-negeri Islam tetapi karya Al-Mawardi Adab al-Wasir adl yg paling luas dan penting mengenai pesoalannya yg meliputi hampir semua tahap tentang hal yg berseluk-beluk ini. Tulisan-tulisan Al-Mawardi yg bersifat politik maupun yg religius mempunyai pengaruh besar atas penulis-penulis yg kemudian tentang persoalan ini terutama di negeri-negeri Islam. Pengaruhnya bisa terrlihat pada karya Nizamul Mulk Tusi Siyasat Nama dan Prolegomena karya Ibn Khaldun. Ibn Khaldun yg diakui peletak dasar sosiologi dan pengarang tekemuka mengenai ekonomi politik tak ragu lagi telah melebihi Al-Mawardi dalam banyakhal. Menyebutkan satu-persatu kemestian seorang penguasa Ibn Khaldun berkata “Penguasa itu ada utk kebaikan rakyat??. Kemestian adanya seorang penguasa timbul dari fakta bahwa manusia harus hidup bersama-sama; dankecuali ada orang yg memelihara ketertiban maka masyarakat akan hancur berantakan.” Dia mengamati “Selamanya ada kecenderungan tetap dalam suatu monarki Timur kepada absolutisme kepad kekuasaan tiada terbatas tiada diraukan begitu pulalah kecenderungan gubernur-gubernur orang Timur kepada kebebasan bertambah-tambah besar kepada kekuasaan pusat.” Sebelumnya Al-Mawardi telah menunjukkan kekuasaan tak terbatas dari gubernur-gubernur selama kemerosotan kekhalifahan Abbasiyah ketika kedudukan gubernuran itu telah diperoleh melalui perebutan kuasa dan penguasa usat hanya memiliki kontrol yg lemah terhadap mereka. Demikianlah Al-Mawardi menonjol sebagai pemikir besar politik yg petama dalam Islam tulisan-tulisan maupun pengalaman-pengalaman praktisnya dibidang politik telah berumur panjang dalam membentuk pandangn politik penulis-penulis yg lahir kemudian.

Sumber Seratus Muslim Terkemuka Jamil Ahmad Al-Islam Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih.